Perubahan suhu laut akan berdampak pada proses-proses fotosintesis, aerobic respiration dan pertumbuhan, reproduksi, metabolisme dan kematian dari suatu organisme. Seperti diketahui bahwa laju proses reaksi biokimia pada umumnya akan miningkat dua kali lipat dengan meningkatnya suhu sebesar 10°C dimana selang peningkatan ini merupakan batas toleransi maksimum dari suatu organisme. Pernyataan ini kemudian disebut sebagai Q10 rule, hal ini pula berdampak pada proses-proses microbial yang lain seperti nitrogen fixation, nitrifikasi dan denitrifikasi. Organisme perairan hanya dapat bertahan pada selang perubahan suhu tertentu.
Jika suhu meningkat atau turun jauh diluar batas ambang yang diberikan dari suatu spesies seperti ikan, insects, benthic invertebrata, zooplankton, phytoplankton dan microba, maka kemampuan untuk bertahan hidup sangat diragukan. Sebagai contoh, terumbu karang hidup dengan selang toleransi suhu yang kecil dan jika terjadi anomali suhu yang kecil saja dapat mengakibatkan terjadinya pemutihan terumbu karang (Coral Bleaching). Perubahan suhu secara tidak alamiah berdampak tidak langsung terhadap biota dimana daya dukung habitatnya menjadi hilang. Sebagai contoh pada habitat terumbu karang, dengan berubahnya suhu maka tingkat kelarutan oksigen dan kalsium karbonat (calcite atau aragonite) di air akan berubah. Lebih jauh lagi akan berpengaruh terhadap kelarutan kontaminasi logam (metal) dan bahan beracun lainnya yang berasimilasi dengan proses fisiologi biota. Suhu air laut juga merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi keberadaan virus-virus (viral) di lingkungan perairan.
Suhu air laut berpengaruh terhadap densitas, konduktifitas dan pH dari kolom air. Sebagai tambahan, kelarutan gas-gas di air laut (Oksigen/DO dan Karbondioksida) akan menurun dengan meningkatnya suhu air laut karena kelarutan gas-gas tersebut dapat mencapai titik maksimum (jenuh) pada jumlah tertentu yang dapat diberikan pada volume air laut tertentu. Air laut akan menjadi anoxic atau hypoxic pada kondisi panas karena meningkatnya bakteri respirasi dan menurunnya kemampuan air laut untuk menahan oksigen terlarut.
Potensial indikator dari perubahan suhu di suatu perairan laut terdiri dari Indikator Penekan (Pressure Indicators), Indikator Kerentanan (Vulnerability Indicators) dan Indikator Kondisi (Condition Indicators). Indikator penekan dari perubahan suhu air laut antara lain dengan melihat keberadaan sumber pencemar panas, pendingin mesin dan industri lain sejenis, adanya beberapa bendungan di daerah aliran sungai dengan volume dan perbedaan suhu antara sungai dan perairan laut. Indikator Kerentanan dari perubahan suhu yaitu laju pencucian massa air. Indikator ini memberikan arti bahwa jika disuatu perairan dimana tingkat laju pencucian massa air tinggi maka keberadaan fenomena terjadinya pencucian massa air (pasut dan lain-lain) menjadi penting sehingga akan rentan apabila tidak adanya proses pencucian massa air ini jika terjadi perubahan suhu air laut. Indikator kondisi terdiri dari kondisi fisik-kimia dan biologi yang dapat diukur atau dimonitor perubahannya.
Pada kasus perubahan suhu air laut indikator fisik-kimia yang dapat diukur adalah suhu air laut itu sendiri, sedangkan indikator kondisi biologi yang dapat terukur adalah banyak kejadian pemutihan terumbu karang. Hal yang paling penting dalam melihat interaksi sebab-akibat dari perubahan suhu air laut adalah dengan melihat kemungkinan penyebab dari perubahan suhu dan gejala yang timbul dari perubahan suhu.
Penyebab perubahan suhu air laut pada saat ini yang paling menonjol adalah dari limbah panas buangan industri dari mesin-mesin yang membutuhkan pendingin dari air laut dan air panasnya dibuang kembali ke perairan laut. Gejala yang ditimbulkan akibat adanya perubahan suhu air laut adalah sebagai berikut:
- Algae Bloom
- Keberadaan Anoxic dan Hypoxic
- Menurunnya biodiversitas perairan
- Peningkatan klorofil
- Pemutihan Terumbu Karang
- Kehilangan atau gangguan dari habitat
- Perubahan laju proses mikroba (decomposition)
- Perubahan tangkapan atau stok seafood
- Perubahan komposisi spesies
- Perubahan lamanya dan tingkat stratifikasi massa air
Dampak ini dapat ditiadakan jika dalam perencanaan pembangunan buangan limbah panas telah mempertimbangkan aspek-aspek fisis-kimia-biologi perairan laut. Sarana teknologi pemodelan laut dapat membantu untuk merencanakan disain dan mengkaji kemungkinan dampak yang akan ditimbulkannya. Aplikasi pemodelan yang dapat diterapkan untuk kajian Buangan Limbah Panas dapat dilihat pada menu yang terdapat di bagian kanan.